Minggu, 09 Mei 2021

UAS AKUNTABILTAS PUBLIK

 

AKUNTABILITAS “MENUJU INDONESIA BERKINERJA”



          Nilai akuntabilitas sangat penting diadopsi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini didasarkan pada argumen bahwa eksistensi atau keberadaan sebuah negara, tergantung pada masyarakatnya.  Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk memberikan pelayanan dengan baik dan bertanggung jawab. Akuntabilitas itu sendiri menurut Mardiasmo (2006:3) diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.

     Semakin kompleks dan berkembangnya kebutuhan masyarakat dewasa ini, menjadikan penyelenggaraan pelayanan publik tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga melibatkan sektor swasta di dalamnya.  Dalam konteks pemerintah, istilah akuntabilitas kinerja sudah tidak asing lagi didengar seiring dengan disusunnya Road Map Reformasi Birokrasi.  Road map tersebut mengamanatkan 3 (tiga) sasaran utama reformasi birokrasi, yaitu

1.      birokrasi yang bersih dan akuntabel

2.      birokrasi yang efektif dan efisien; serta

3.      birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas.

       Akuntabilitas kinerja yang merupakan garda depan menuju good governance berkaitan dengan bagaimana instansi pemerintah mampu mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran negara untuk sebaik-baiknya pelayanan publik. Perubahan mindset dan culture-set penyelengaraan birokrasi yang semula berorientasi kerja (output) menjadi berorientasi kinerja (outcome) merupakan titik berat dalam konsep akuntabilitas kinerja. Dengan kata lain, akuntabilitas kinerja menjawab pertanyaan untuk apa individu ada, untuk apa organisasi ada, dan untuk apa pemerintah ada?

  Sebetulnya, apa perbedaan pemerintahan yang berorientasi kinerja dengan pemerintahan yang berorientasi kerja? Pemerintahan yang berorientasi kinerja atau hasil mengawali langkah dengan menentukan tujuan/sasaran, dilanjutkan dengan mengukur tujuan/sasaran, menentukan target, dan mengaitkan tujuan/sasaran tersebut dengan program dan kegiatan yang mendukung.     Artinya, segala program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu instansi pemerintah harus memiliki hasil dan dampak yang jelas bagi perbaikan pelayanan publik (program follow result).  Ide ini selaras dengan konsep performance-based budgeting atau biasa kita sebut dengan anggaran berbasis kinerja.  Sebaliknya, pemerintahan yang berorientasi kerja, hanya berfokus pada penyerapan anggaran, dan terlaksananya program/kegiatan yang telah dilaksanakan.

          Dalam rangka menjamin akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, telah dikembangkan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur, dan efektif yang dikenal dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP tersebut kemudian diterapkan melalui pembuatan target kinerja disertai dengan indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan instansi pemerintah (Wakhyudi, 2007).

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu tatanan, instrumen, dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Wakhyudi, 2007):

1.      Penetapan perencanaan stratejik, perencanaan kinerja, dan penetapan rencana kerja, meliputi pembuatan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, dan program. Pada tahap inilah, instansi pemerintah menghasilkan rencana kerja jangka menengah lima tahunan (RPJM/RPJMD) yang kemudian diturunkan menjadi rencana kinerja tahunan (RKP/RKPD), rencana anggrannya (RKA), Perjanjian Kinerja (PK), SOP, dan lain sebagainya;

2.      Pengukuran kinerja, meliputi pengukuran indikator kinerja, pengumpulan data kinerja, membandingkan realisasi dengan recana kerja, kinerja tahun sebelumnya, atau membandingkan dengan organisasi lain sejenis yang terbaik di bidangnya;

3.      Pelaporan kinerja, berupa pembuatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) dengan format standar laporan yang telah ditetapkan (rinci dengan berbagai indikator, bukti, dan capaiannya);

4.      Pemanfaatan informasi kinerja untuk perbaikan kinerja berikutnya secara berkesinambungan.

    Pada dasarnya, penerapan Sistem AKIP bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab dan bebas dari praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Artinya, SAKIP merupakan salah satu instrument dalam mewujudkan konsep good governance. Meskipun aparat pemerintah telah cukup memahami perubahan yang dikehendaki dari sistem ini, namun yang menjadi persoalan besar adalah adanya kesenjangan antara pemahaman tersebut dengan kemauan untuk berubah. Isu good governance di kalangan pemerintah sudah mengemuka, akan tetapi dalam praktiknya masih menghadapi banyak resistensi dan kendala di beberapa instansi pemerintah.


Terimakasih sudah berkunjung diblog saya semoga dapat membantu pengetahuan teman-teman, see you

Social Media:

Instagram : https://www.instagram.com/intancomaladewii/

Twitter: https://www.twitter.com/intancomaladewi

Senin, 05 April 2021

UTS BUDAYA ORGANISASI

  " IMPLEMENTASI BUDAYA ORGANISASI "



A.    Profil Organisasi

          Organisasi kemahasiswaan merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan kapasitas kemahasiswaannya berupa aspirasi, inisiasi, atau gagasan-gagasan positif dan kreatif melalui berbagai kegiatan yang relafan dengan tujuan pendidikan nasional serta visi dan misi institut perguruan tinggi itu sendiri yang bekerja secara organisatoris.  Organisasi kemahasiswaan dikampus merupakan suatu organisasi intra perguruan tinggi yang dapat menaungi kebutuhan substansi aktivitas kemahasiswaan. dan dibentuk dalam tingkat institut, fakultas dan jurusan. Bentuk, kelengkapan, dan sifat organisasi kemahasiswaan BEM ditetapkan berdasarkan kesepkatan antar mahasiswa dan tidak bertentangan dengan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku.

         BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) sebagai organisasi kemahasiswaan tingkat fakultas, berfungsi:

1.      Melakukan kegiatan kokurikurer dan ekstrakurikurer mahasiswa, terutama dalam bidang minat,

2.      bakat, dan kesejahteraan mahasiswa sesuai dengan aspirasi mahasiawa yang disalurkan melalui

3.      organisasi yang ada.

4.      Mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan manajemen kegiatan mahasiswa.

          Kedudukan organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi merupakan kelengkapan non-struktural pada organisasi perguruan tinggi yang bekerja berdasarkan sistem dan aturan yang ditetapkan sendiri.

B.     Fungsi organisasi kemahasiswaan sebagai wadah

a. Perwakilan mahasiswa yang dapat menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa, menetapkan garis besar program, dan melaksanakan berbagai kegiatan yang telah ditentukan.

b.    Komunikasi gagasan antar mahasiswa

c.    Pengembangan potensi dan jati diri mahasiswa sebagai insan akademik yang lengkap dan utuh.

d.   Pengembangan keterampilan berorganisasi, manajemen, dan jiwa kepemimpinan.

e.    Pembinaan dan pengembangan jiwa kepemimpinan yang bisa berpotensi menjadi kader-kader bangsa dimasa depan.

f.     Memelihara dan mengembangkan ilmu pengetahuan, seni, dan teknologi yang dilandasi oleh norma-norma akademik, etika, moral, agama, dan berwawasan kebangsaan.

          Tanggug Jawab Organisasi kemahasiswaan terhadap derajat kebebasan dan mekanisme kerja pada semua kegiatan/program yang telah ditetapkan haruslah:

1.    Selalu menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan nilai-nilai akadenik.

2.    Menjaga amanah dengan sungguh-sungguh.

3.    Menjaga dan melangsungkan keberlangsungan organisasi yang diembannya.

4.    Menjaga citra kampus sebagai perguruan tinggi unggulan. 

C.     Bentuk Organisasi BEM

   Badan Eksekutif Mahasiswa yang kemudian disingkat BEM adalah lembaga eksekutif kemahasiswaan tertinggi tingkat universitas/Perguruan Tinggi. BEM ini sangat independen, dan merupakan kekuatan yang cukup diperhitungkan sejak Indonesia merdeka hingga masa Orde Baru berkuasa. pimpinan BEM yaitu Presiden Mahasiswa selalu menjadi kader pemimpin nasional yang diperhitungkan pada jamannya.

        BEM berfungsi sebagai eksekutif/ Eksekutor dalam setiap kegiatan yang dirancang dalam program kerja BEM. Presiden Mahasiswa dipilih secara langsung dalam pemilu mahasiswa untuk masa jabatan tertentu ( 1 Tahun) Sedangkan struktur dan anggota BEM menjadi hak proregatif Presiden Mahasiswa tetapi dalam lingkup kepentingan bersama.

          Sejarah dahulu sebelum BEM, Masa dewan mahasiswa dan juga majelis mahasiswa di Indonesia berakhir pada tahun 1978-an ketika pemerintah memberangus aksi kritis para mahasiswa dan dewan mahasiswa dibekukan. Kegiatan politik di dalam kampus juga secara resmi dilarang. 

D.    Profil Penulis

    Badan Esekutif Mahasiswa atau biasa disingkat BEM adalah organisasi intra kampus yang berkedudukan di dalam kampus . Sebagai induk dari semua organisasi intra kampus BEM mempunyai tugas mengkoordinir semua kegiatan yang melibatkan dan berkenaan dengan mahasiswa. Beberapa struktur organisasi didalamnya yaitu berupa Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Tujuan dibentuknya BEM :

          Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang siap bersaing dalam era globalisasi. Mengembangkan sumber daya mahasiswa melalui kegiatan-kegiatan pengembangan bakat, minat dan prestasi Mendorong kemajuan civitas akademik 

Visi :

      Menjadikan BEM sebagai lembaga pendidikan pergerakan mahasiswa dengan meningkatkan fungsi layanan mahasiswa sebagai arahan terciptanya sinergis lembaga .

  Misi :

1.      Profesionalitas lembaga

2.      Memberikan pendidikan politik

3.      Melakukan pengabdian masyarakat

4.      Menciptakan komunikasi efektif antar lembaga di lingkungan kampus

5.      Meningkatkan kualitas SDM mahasiswa

Program Kerja:

1.      OPSPEK

2.      Studi Banding

3.      Out Bond dan latihan kepemimpinan

4.      Seminar Pendidikan

E.     Budaya Organisasi Yang Akan Diciptakan Beserta Penerapannya

          Organisasi Mahasiwa atau bisa disebut dengan BEM adalah salah satu bagian yang penting dalam dunia akademisi kampus, dikarenakan dengan organisasi mahasiswa mampu memahami banyak hal diluar kuliah atau tentu saja sebagai bahan pengembangan diri dan prestasi, baik itu di bidang olahraga, jurnalistik, himpunan mahasiswa yang kaitannya dengan jurusan masing – masing, kegiatan alam bebas dan lain sebagainya. Sebagai salah satu anggota sebuah organisasi mahasiswa di kampus, saya merasakan betapa banyak manfaat dan skill yang dapat diraih dari kita berorganisasi, karena secara pribadi saya sadari bahwa saya tidak hanya akan mengandalkan IPK tinggi untuk hidup setelah lulus nanti. Hal ini mungkin banyak dirasakan juga oleh mahasiswa yang juga berorganisasi, karena bagi kami mahasiswa, organisasi adalah seni. Dimana kami akan merasa berkontribusi melalui kampus kami salah satunya melalui organisasi, baik itu dari segi kompetisi, acara yang kami selenggarakan ataupun jaringan yang telah dibangun melalui sebuah organisasi.

        Sebagai mahasiswa salah satu universitas terbaik di Indonesia, kami sangat paham terhadap apa yang disebut dengan tanggung jawab. Baik tanggung jawab terhadap diri masing -masing, tanggung jawab menjaga nama baik kampus kami, maupun tanggung jawab lain yang nantinya akan berhubungan dengan kampus kebanggaan kami. Sedangkan sebagai anggota sebuah organisasi mahasiswa di kampus kami ini, di organisasi kami hanya berusaha mengasah softskill kami, memperluas jaringan kami, mencari wadah untuk minat agar mempertajam bakat kami, mempraktekkan teori yang kami dapat di kelas kami, mencoba peduli dengan lingkungan sosial kami dan kemudian menambah nilai pada CV kami nanti jika kami hendak bekerja, bukan tujuan negatif yang mungkin dikhawatirkan jika kami berkegiatan diatas jam 9 malam atau pada hari sabtu dan minggu. Akan sangat konyol sekali jika organisasi mahasiswa yang berbasis kegiatan alam bebas tetapi untuk membuka sekretariat untuk melatih skill kami dalam kegiatan alam bebas saja harus menggunakan ijin,itu artinya jika tidak diijinkan maka kami sebagai anggota organisasi mahasiswa tidak  mempunyai skill yang merupakan basic yang mewadahi organisasi kami.


Terimakasih sudah berkunjung diblog saya semoga dapat membantu pengetahuan teman-teman, see you

Social Media:

Instagram : https://www.instagram.com/intancomaladewii/

Twitter: https://www.twitter.com/intancomaladewi

 


Senin, 29 Maret 2021

UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH KORUPSI DAN PEMERNTAHAN

 

MAKALAH

“PERSEPSI KORUPSI DI INDONESIA ”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Korupsi Dan Pemerintahan Semester Genap 2021


 

OLEH:

INTAN COMALA DEWI

H1A118095

 

DOSEN PENGAMPU:

ALVA BERIANSYAH, S.IP., M.I.P.

 

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JAMBI

2021


KATA PENGANTAR

          Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Penurunan Indeks Persepsi Korupsi Di Indonesia ini tepat pada waktunya.

          Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di mata kuliah korupsi dan pemerintahan, dosen pengampu Pak Alva Beriyansya, S.IP., M.I.P. pada program studi ilmu pemerintahan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Penurunan Indeks Persepsi Korupsi Di Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

          Sebagai penyusun penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari penyusunan hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Jambi, 28 Maret 2021


 
Intan Comala Dew
                                     H1A118095

BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

          Praktik korupsi telah terbukti menimbulkan kerugian di banyak bidang dan memperlambat proses pemulihan ekonomi di Indonesia, seperti dampak negatifnya terhadap perbaikan iklim usaha, kebiasaan masyarakat dalam berbisnis dan juga meningkatkan kemiskinan. Berbagai cara telah diusahakan oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mengurangi praktik suap di kalangan pengusaha dan aparatur pemerintah. Permasalahannya seberapa efektif upaya pemberantasan korupsi khususnya di era otonomi daerah yang telah memberikan keleluasaan terhadap pemerintah daerah, untuk mengurangi praktik korupsi antara pengusaha dan pemerintah.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kenaikan, meski tidak terlalu optimis. Hal ini terafirmasi dalam laporan Corruption Perception Index (CPI) yang tiap tahun dikeluarkan oleh Transparency International. Pada tahun 2016, menurut Transparency International, Indonesia mendapatkan skor 37 pada rentang 0-100 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih). Indonesia menempati posisi 90 dari 176 negara yang disurvei. Respon Pemerintah Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi salah satunya adalah membuat sebuah peta jalan.

Indikator utama keberhasilan stranas PPK di tingkat nasional diukur menggunakan Corruption Perception Index (CPI) dan National Integrity System (NIS). Penggunaan CPI dan NIS sebagai indikator keberhasilan upaya pemberantasan korupsi dinilai tepat mengingat CPI dan NIS merupakan indikator global yang paling sering digunakan untuk menilai keberhasilan upaya pemberantasan korupsi di dunia. Pada tahun 2017 ini, Transparency International Indonesia kembali melakukan pengukuran Indeks Persepsi Korupsi pada skala nasional yang terdiri dari 12 Kota besar yang disurvei.

 

BAB II

LANDASAN KONSEP

A.     Profil Organisasi Transparansi Internasional

          Transparency International merupakan sebuah organisasi internasional yang bertujuan melawan korupsi banyak mempublikasikan hasil survei terkait korupsi. Termasuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sebuah publikasi tahunan yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi atau anggapan publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politik.

          Transparency International Indonesia (TII) merupakan salah satu chapter Transparency International, sebuah jaringan global NGO antikorupsi yang mempromosikan transparansi dan akuntabilitas kepada lembaga-lembaga negara, partai politik, bisnis, dan masyarakat sipil. Bersama lebih dari 90 chapter lainnya, TII berjuang membangun dunia yang bersih dari praktik dan dampak korupsi di seluruh dunia.TII memadukan kerja-kerja think-tank dan gerakan sosial. Sebagai think-tank TII melakukan review kebijakan, mendorong reformasi lembaga penegak hukum, dan secara konsisten melakukan pengukuran korupsi melalui Indeks Persepsi Korupsi, Crinis project, dan berbagai publikasi riset lainnya. Di samping itu TII mengembangkan fakta Integritas sebagai sistem pencegahan korupsi di birokrasi pemerintah.

          Sebagai gerakan sosial, TII aktif terlibat dalam berbagai koalisi dan inisiatif gerakan antikorupsi di Indonesia. TII juga merangkul mitra lembaga lokal dalam melaksanakan berbagai program di daerah. Jaringan kerja ini juga diperluas dengan advokasi bahaya korupsi kepada anak-anak muda di Jakarta. Staf TII terdiri dari beragam latar belakang, mulai dari ekonomi, hukum, komunikasi, hingga antropologi, masing-masing dengan keahliannya yang saling bersinergi untuk mendorong kemajuan kerja-kerja advokasi TII.

B.      Indeks Persepsi Korupsi

          Pada dasarnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) merefleksikan pandangan pelaku usaha dari kota-kota tersurvei. Indeks dibentuk dari hubungan perusahaan (pelaku usaha) dan pemerintah daerah dalam melakukan proses bisnis. Dalam hal ini nilai yang lebih tinggi merupakan indikator bahwa responden memberikan penilaian yang baik, sementara nilai rendah mengindikasikan bahwa responden menilai bahwa di daerahnya praktik korupsi masih tinggi.

C.     Bagaimana Proses Melakukan Survey Indeks Persepsi Korupsi Dan Indikator Yang Mempengaruhi

          Proses Survei Persepsi Korupsi 2017 dilakukan di 12 (dua belas) Kota di Indonesia. Dua belas kota tersebut adalah Kota Pekanbaru (1), Kota Semarang (2), Kota Banjarmasin (3), Kota Pontianak (4), Kota Makassar (5), Kota Manado (6), Kota Medan (7), Kota Padang (8),Kota Bandung (9), Kota Surabaya (10), Kota Jakarta Utara (11), dan Kota Balikpapan (12). Pemilihan 12 Kota survei didasari pertimbangan berikut: Pertama, provinsi dimana kota survei berada memiliki kontribusi terbesar dalam produk domestik bruto nasional. Kedua, kontribusinya produk domestik regional bruto provinsi dimana kota survei berada secara akumulatif mencapai hampir 70 persen produk domestik bruto nasional. Ketiga, 12 kota dipilih mempertimbangkan area persebaran kegiatan ekonomi sesuai metode zonasi atau Kawasan, yakni kawasan Indonesia bagian barat, tengah dan timur.

          Responden Survei Persepsi Korupsi 2017 adalah pengusaha dan pelaku usaha. Pengusaha dan pelaku usaha yang terpilih sebagai responden dalam survei ini adalah pengusaha dan pelaku usaha yang memiliki pengalaman berinteraksi dengan minimal satu jenis pelayanan publik pusat, vertikal, provinsi, kota, dan/ atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dalam 12 (dua belas) bulan terakhir. Total sampel pengusaha dan pelaku usaha yang terlibat dalam survei ini sebanyak 1.200 responden. Sampel tersebar secara proporsional di 12 Kota tersebut. Alokasi sampel untuk masing-masing strata dilakukan menggunakan metode alokasi sama. Survei menggunakan margin of error sebesar 2,8%. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan stratified random sampling.

          Kerangka sampel pengusaha yang digunakan bersumber dari Direktori Sensus Ekonomi Nasional 2016, Direktori Survei IPK Kota 2015, dan Direktori Perusahaan di Dinas OPD (terutama Badan Penanaman Modal, Perizinan Terpadu Satu Pintu, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, atau yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya) di masing-masing Kota. Daerah pelaksanaan survei yang memiliki jumlah sampel kurang dari 100, maka kekurangan jumlah sampel dapat dipenuhi menggunakan metode snowball hingga jumlah minimal sampel terpenuhi. Dan jika daerah tersebut sudah maksimal dalam hal jumlah maka untuk memenuhi kuota 1.200 responden akan diambil dari sampel acak kota lainnya, sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan secara baku.

          Pengambilan data dilakukan oleh enumerator melalui metode wawancara tatap muka dengan pengusaha dengan panduan kuesioner survei. Kemudian enumerator melakukan proses pemasukan data dalam portal online. Pengumpulan data Survei Persepsi Korupsi 2017 dilakukan oleh Transparency International Indonesia dibantu oleh koordinator wilayah survei serentak di 12 (dua belas) kota di Indonesia pada medio Juni hingga Agustus 2017.

 

BAB III

ANALISIS

 

A.     Analisis Yang Menyebabkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun

          Berdasarkan hasil indeks persepsi korupsi tahun 2020 yang di luncurkan transparency international mengemukakan bahwasanya ada Sembilan faktor yang menyebabkan indeks persepsi korupsi Indonesia turun yaitu:

1.      Political Risk Service Corruption (PRS)  yakni soal suap terkait dengan pelayanan public,

2.      IMD Business School World (IMD)  Competitiveness Yearbook terkait dengan ada atau tidaknya penyuapan, 

3.      Global Insight Country Risk Ratings (GI) terkait dengan tingkat risiko individu atau perusahaan dalam menghadapi suap atau praktik korupsi lain, 

4.      World Economic Forum Executive (WEF) Opinion Survey terkait dengan penyuapan dan gratifikasi

5.      Bertelsmann Stiftung Transformation Index (BS) terkait dengan hukuman bagi pejabat publik yang melakukan praktik korupsi dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi korupsi. 

6.      Economist Intelligence Unit Country Risk Service (EIU) terkait akuntabilitas prosedur, keuangan negara yang disalahgunakan pejabat baik untuk pribadi maupun partai, atau penyalahgunaan kepentingan umum

7.      Political and Economic Risk Consultancy (PERC) terkait bagaimana masyarakat mengukur persoalan korupsi di negara tempat koresponden bekerja, Kedelapan Varieties of Democracy Project terkait dengan korupsi politik, Kesembilan Rule of Law Index terkait bagaimana pemerintah menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi baik di tingkat eksekutif, yudikatif, legislatif, dan kepolisian.

B.      Strategi Indonesia Agar Peringkatnya Naik Kembali

          Dengan pertimbangan dalam rangka upaya pencegahan yang lebih terfokus, terukur, dan berorientasi pada hasil dan dampak, pemerintah memandang bahwa Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan. Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 20 Juli 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (tautan: Perpres Nomor 54 Tahun 2018). Menurut Perpres ini, fokus Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) meliputi: a. perizinan dan tata niaga; b. keuangan; dan c. penegakan hukum dan reformasi birokrasi.

          Timnas PK, menurut Perpres ini, terdiri atas menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di dalam negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara, kepala lembaga nonstruktural yang menyelenggarakan dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program prioritas nasional dan pengelolaan isu strategis, serta unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

BAB IV

PENUTUP

            Kesimpulan

Hasil survei IPK 2017 menunjukkan bahwa tingkat korupsi pada level kota mempunyai rerata 60.8. Dalam skala 0–100, skor IPK 2017 menandakan di atas rata-rata. Jika dibandingkan dengan IPK 2015, di mana rerata saat itu adalah 54.6, maka bisa dikatakan terjadi peningkatan skor yang artinya terjadi perbaikan dalam hal interaksi pelaku usaha dengan pemerintah. Adanya tren positif dari skor IPK 2017 untuk Kota Jakarta Utara dengan skor tertinggi 73.9 menunjukkan adanya pergeseran persepsi pelaku usaha dalam menilai layanan publik terkait.

Di sisi lain, IPK 2017 menunjukkan adanya beberapa kota yang masih perlu usaha keras untuk memberantas korupsi. Dalam kaitannya antara persepsi korupsi, daya saing dan faktor penghambat kemudahan berusaha, menunjukkan korelasi positif. Di mana kota dengan Indeks Persepsi Korupsi yang tinggi maka tingkat daya saing dan kemudahan berusahanya juga relatif lebih baik. Sebaliknya, kota dengan persepsi korupsi buruk maka daya saing dan kemudahan berusahanya juga akan buruk.

DAFTAR PUSTAKA

https://setkab.go.id/perpres-no-542018-pemerintah-bentuk-tim-nasional-pencegahan-korupsi/

https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2021/01/28/tii-jelaskan-penyebab-turunnya-skor-indeks-persepsi-korupsi-indonesia-tahun-2020?page=2


Terimakasih sudah berkunjung diblog saya semoga dapat membantu pengetahuan teman-teman, see you

Social Media:

Instagram : https://www.instagram.com/intancomaladewii/

Twitter: https://www.twitter.com/intancomaladewi


Minggu, 28 Maret 2021

UTS AKUNTABILITAS PUBLIC

 


 1. PENGERTIAN LAKIP?

        Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah LAKIP adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan. LAKIP merupakan produk akhir SAKIP yang menggambarkan kinerja yang dicapai oleh suatu instansi pemerintah atas pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai APBN/APBD. Penyusunan LAKIP berdasarkan siklus anggraan yang berjalan 1 tahun. Dalam pembuatan LAKIP suatu instansi pemerintah harus dapat menentukan besaran kinerja yang dihasilkan secara kuantitatif yaitu besaran dalam satuan jumlah atau persentase. Manfaat dari LAKIP bisa dijadikan bahan evaluasi terhadap instansi pemerintah yang bersangkutan selama 1 tahun anggaran

2. Proses Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

       Secara umum format atau isi laporan kinerja terdiri dari uraian singkat organisasi (menggambarkan tentang sebuah organisasi dan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)), rencana dan target kinerja yang ditetapkan, pengukuran kinerja (bagimana cara mengukurnya dan apa indikator-indikator yang menunjukan kinerja organisasi tersebut telah tercapai), dan terakhir evaluasi dan analisis kinerja untuk setiap sasaran strategis atau hasil program/ kegiatan dan kodisi terakhir yang seharusnya terwujud. 

1.      Menyiapkan Perencanaan Kinerja

        Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan strategis merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan strategis lokal, nasional dan global dan tetap berada dalam tatanan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan pendekatan perencanaan strategis yang jelas dan sinergis, instansi pemerintah lebih dapat menyelaraskan visi dan misinya dengan potensi, peluang, dan kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan akuntabilitas kinerjanya.

a.       Menyiapkan Rencana Strategis

        Pada tahap ini hanya memastikan bahwa Rencana Strategis yang telah disusun setidaknya memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi (cara mencapai tujuan dan sasaran).

b.      Menyiapkan Rencana Kinerja Tahunan

          Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana strategis yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan tahunan. Di dalam rencana kinerja ditetapkan rencana capaian kinerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan.

c.       Menyiapkan Penetapan Kinerja

             Penetapan kinerja merupakan tekad dan janji rencana kinerja tahunan yang akan dicapai dan disepakati antara pihak yang menerima amanah/pengemban tugas dan penanggung jawab kinerja dengan pihak yang memberikan amanah/tugas dan tanggung jawab kinerja. Pihak-pihak yang terlibat dalam penetapan kinerja dalam konsep ini baru meliputi Menteri/Gubernur kepada Presiden, pejabat eselon I kepada Menteri, Bupati/Walikota kepada Gubernur, dan pejabat eselon II kepada pejabat eselon I/Bupati/Walikota.

3.      Menyiapkan Akuntabilitas Pengukuran Pencapaian Kinerja

a.       Menyiapkan Pengukuran Pencapaian Kinerja

Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak.

b.      Melakukan Evaluasi Kinerja

      Berdasarkan hasil-hasil perhitungan pencapaian setiap indikator kinerja kegiatan, diperlukan penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal yang mendukung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan. Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka penapaian misi, dan agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/ kegiatan di masa yang akan datang. Selain itu, dalam evaluasi kinerja dilakukan pula analisis edisiensi dengan cara membandingkan antara output dengan input baik untuk rencana maupun realisasi.

c.       Melakukan Analisis Akuntabilitas Kinerja

       LAKIP harus menyajikan data dan informasi relevan bagi pembuatan keputusan agar dapat menginterprestasikan keberhasilan dan kegagalan secara lebih luas dan mendalam. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu analisis tentang pencapaian akuntabilitas kinerja instansi secara keseluruhan. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan informasi/data yang diperoleh secara lengkap dan akurat.

4.      Menyajikan Akuntabilitas Keuangan

           Akuntabilitas selain dipadang dari segi kinerja yang dihasilkan oleh instansi pemerintah, tetapi juga apakah pengalokasian dan pemanfaatan anggaran tepat sasaran, dilakukan secara transparan dan hasil kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan jumlah anggaran yang tersedia. Sajikan perkembangan daya serap anggaran menurut periode tertentu, seperti bulanan, triwulan, semester atau periode lainnya. Dalam penyajian perkembangan anggaran hendaknya dilakukan menurut program atau kegiatan pokok.

4. Analisis LAKIP

Penyusunan LAKIP berdasarkan siklus anggraan yang berjalan 1 tahun. Dalam pembuatan LAKIP suatu instansi pemerintah harus dapat menentukan besaran kinerja yang dihasilkan secara kuantitatif yaitu besaran dalam satuan jumlah atau persentase. Manfaat dari LAKIP bisa dijadikan bahan evaluasi terhadap instansi pemerintah yang bersangkutan selama 1 tahun anggaran. Proses Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

      Untuk proses penyusunan LAKIP Secara umum format atau isi laporan kinerja terdiri dari uraian singkat organisasi (menggambarkan tentang sebuah organisasi dan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)), rencana dan target kinerja yang ditetapkan, pengukuran kinerja (bagimana cara mengukurnya dan apa indikator-indikator yang menunjukan kinerja organisasi tersebut telah tercapai), dan terakhir evaluasi dan analisis kinerja untuk setiap sasaran strategis atau hasil program/ kegiatan dan kodisi terakhir yang seharusnya terwujud. 


Terimakasih sudah berkunjung diblog saya semoga dapat membantu pengetahuan teman-teman, see you

Social Media:

Instagram : https://www.instagram.com/intancomaladewii/

Twitter: https://www.twitter.com/intancomaladewi