Pilkada 2020 Tengah
Pandemi Covid-19, Pilih Pemimpin yang Adil, Jujur, yang Jujur Dipilih
Fakta dan realitas dalam pelaksanaan
pemilu atau pemilihan bahwa masih kuatnya ketidakpercayaan publik terhadap
pengelolaan pemilu yang jujur dan adil. Kurangnya ketidakpercayaan publik itu
terutama terkait dengan integritas, kemampuan profesionalisme dan kapasitas
penyelenggara pemilu. Pemilihan 2020 yang dilaksanakan pada 9 Desember,
memiliki tantangan tersendiri bagi Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu.
Tantangan yang terkait dengan trust atau kepercayaan, apakah KPU sebagai
penyelenggara pilkada dapat melaksanakan pemilihan sesuai dengan standart
pemilu yang bebas dan adil. Pemilu atau pemilihan sebagai sarana demokrasi
harus mampu dilaksanakan secara berkualitas dan bermartabat. Itu artinya
melalui proses pemilu, kadar demokratisasi sistem politik di suatu Negara akan
terlihat. Inilah yang menjadi tolok ukur dalam menilai demokratis tidaknya
suatu Negara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemilu merupakan sarana
demokrasi untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat.
Pemerintahan dibentuk atas dasar pilihan rakyat, dijalankan sesuai kehendak
rakyat, dan ditujukan untuk mensejahterakan rakyat. Idealnya bahwa pemilihan
adalah suatu instrumen demokrasi dalam memilih sebagai hak warga negara yang
harus dipenuhi dalam situasi apapun termasuk dalam masa pandemik Covid 19.
Tantangan untuk menciptakan pemilu
berintegritas adalah bagaimana membangun penyelenggara pemilu yang independen,
profesional, dan kompeten sehingga dipercaya publik. Rangkaian penyelenggaraan
pemilu akan dipercaya rakyat dan peserta jika pemilu diselenggarakan oleh
penyelenggara yang tak hanya kompeten dan berkapasitas dalam bidang tugasnya,
tetapi juga independen dan mengambil keputusan yang imparsial tak memihak.
Penyelenggara pemilu dapat dikategorikan bertindak independen jika
menyelenggarakan pemilu semata-mata berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan kode etik penyelenggara pemilu. Karena itu, kriteria pemilu adil dan
berintegritas adalah penyelenggara pemilu yang profesional, independen, dan
imparsial.
Situasi krisis ini tentu saja
penyelenggara pemilu dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menyelenggarakan
pemilihan terutama terkait dengan tata kelola pemilihan. Pemilu memiliki tata
kelola yang juga memperhitungkan resiko.Situasi darurat emergency hadir dan tentu
mengganggu tahapan yang sedang berlangsung. Maka pertanyaannya adalah bagaimana
penyelenggara pilkada dapat melaksanakan aktivitas pemilihan di tengah resiko
penuh kekhawatiran dan ketakutan serta resiko psikis terhadap ancaman pandemik
Covid 19. Situasi darurat ini KPU sebagai penyelenggara pilkada perlu melakukan
tindakan yang luar biasa terhadap tahapan yang luar biasa pula. KPU perlu
memiliki protokol kerja tahapan untuk mitigasi resiko pandemik Covid 19.
Pemilihan dapat dilakukan dengan protap kesehatan yang memadai, dengan demikian
KPU memastikan memiliki kemampuan yang memadai dan mendapatkan kepercayaan
publik yang tinggi di tengah tahapan yang beririsan dengan wabah corona.
Metode sensus perlu dipertimbangkan
kembali pelaksananya di tengah pandemik Covid 19 dan/atau masa pemulihan dan
pasca pandemik. Verifikasi faktual calon perseorangan dapat dilakukan dengan
mengadopsi verifikasi faktual peserta Pemilu tahun 2019 baik verifikasi faktual
partai politik maupun verifikasi faktual calon Anggota Dewan Perwakilan daerah
( DPD ) dengan menggunakan metode sampel. Metode ini diyakini sangat simpel dan
verifikator tidak bertemu dengan banyak orang saat melakukan verifikasi
faktual. Perppu nantinya salah satu yang menjadi pertimbangan isi muatan
pengaturan perppu memasukkan norma metode verifikasi faktual dari metode sensus
menjadi metode sampel. KPU mengatur teknis dalam Peraturan KPU tentang
Pencalonan bahwa verifikasi faktual dimungkinkan untuk menggunakan video call
atau mengatur Protokol verifikasi sesuai dengan standart kesehatan. Kampanye,
mendesain kampanye dengan metode digital. KPU mengatur kampanye tidak dilakukan
dengan metode konvensional seperti Rapat Umum, Tatap muka, pertemuan terbatas
yang melibatkan kerumunan massa yang lebih besar. Memperpanjang waktu metode
iklan kampanye di media massa, elektronik tidak saja 14(empat belas hari)
sebelum hari pemungutan suara, akan tetapi dimulai sejak kampanye dilaksanakan.
Pemungutan dan Penghitungan suara,
tindakan apa saja yang dilakukan oleh KPU dalam pemungutan suara ini. KPU perlu
mengatur adanya sistem pemungutan suara lebih awal sebelum hari pemungutan
suara. Sebagaimana di negara negara yang sudah melaksanakan sistem ini.
Misalnya Korea Selatan yang baru saja melaksanakan pemilu. Jika pemungutan
suara dilaksanakan 9 Desember, maka pemilih dapat memilih sejak 5-7 Desember.
Pemilih bisa memilih di TPS dekat tempat tinggal meski dia terdaftar di TPS
yang lain hal ini untuk menjaga adanya kerumunan massa. Pemilih yang dinyatakan
sebagai ODP dan PDP memilih di akhir waktu sebelum TPS di tutup. Memastikan
lingkungan TPS aman membuat jarak pemilih sesuai Protokol Covid 19. Membuat
kode perilaku pemilih misalnya pemilih sebelum masuk TPS dilakukan pengukuran
suhu badan menggunakan alat termometer sebelum masuk TPS, tidak sedang gangguan
pernapasan, menggunakan sarung tangan, masker dan hand sanitizer serta
disediakan pembuangan sarung tangan.
Seorang pemimpin memiliki tanggung jawab
yang besar di hadapan Allah dan masyarakatnya. Tak heran jika Allah memberikan
keistimewaan bagi pemimpin yang adil. Mengapa demikian? Menjadi seorang
pemimpin berpeluang besar untuk mendapatkan pahala yang berlimpah jika
dilakukan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah SAW bersabda, “Satu hari yang
dipimpin oleh seorang pemimpin yang adil jauh lebih baik daripada ibadah
seseorang yang dilakukan sendirian selama enam puluh tahun.” (HR
Al-Baihaqi) Seorang pemimpin perlu menyadari begitu besar tanggung jawab dan
dampak dari setiap keputusan yang diambilnya. Bahkan Umar bin Abdul Aziz pun
mendatangi beberapa ulama untuk meminta nasihat, ketika dirinya diangkat
menjadi seorang khalifah. Seorang pemimpin yang adil pun memiliki keistimewaan
doa-doa yang mustajab. Maka jangan abaikan doa yang diucapkan oleh pemimpin
yang adil dan bijaksana. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah, “Tiga
doa yang tidak tertolak: Doa pemimpin yang adil, orang yang puasa hingga
berbuka, dan doa orang yang dizalimi.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Kepemimpinan yang berakhlak tidak bisa
dipungkiri merupakan harapan dan dambaan masyarakat. Sebagai ikhtiar untuk
menjaga kemaslahatan bangsa, maka akhlak calon pemimpin haruslah menjadi faktor
penentu dalam memberikan dukungan dan memilih seseorang untuk menjadi pemimpin
yang akan memegang kekuasaan. Islam menggariskan empat sifat yang minimal harus
dimiliki oleh seorang pemimpin yang berakhlak, yaitu shiddiq, tabligh, amanah,
dan fathanah. Shiddiq adalah lurus dan bisa
dipercaya. Tabligh bermakna kemampuan menyampaikan kebenaran. Amanah
ialah bertanggung jawab dalam menjalankan tugas. Fathanah artinya
cerdas dalam arti mampu menjalankan kekuasaan dengan baik dan benar. “Memilih
seorang pemimpin adalah bagian dari urusan dunia sekaligus akhirat.
1. untuk menjadi
seorang pemimpin menurut al-Qur’an adalah rajin menegakkan shalat. Sebab,
shalat adalah barometer akhlak manusia. Pemimpin yang baik dan layak dipilih adalah
pemimpin yang menegakkan shalat. Shalat melahirkan tanggung jawab. Kesadaran
keimanan dan tauhid dibangun melalui shalat.
2. gemar menunaikan
zakat dan sedekah. “Zakat itu bukan hanya membersihkan harta yang kotor,
melainkan membersihkan harta kita (harta yang bersih) dari hak orang lain.
3.
senang
berjamaah. “Artinya suka bergaul dengan masyarakat, berusaha mengetahui keadaan
rakyatnya dengan sebaik-baiknya, dan mencarikan jalan keluar atas
persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakatnya.
Kepemimpinan yang demikian ini akan
dapat direalisasikan jika para pemimpin negeri ini melaksanakan dua fungsi
utama kepemimpinan, yaitu sebagai ulil amri dan khadimul ummah. Pemimpin
yang memahami makna ulil amri akan memiliki kesadaran bahwa amanah
jabatan dan kekuasaan yang dimilikinya harus dipergunakan sesuai dengan
tuntunan Allah dan Rasul-Nya, sehingga ia akan berusaha untuk berlaku adil dan
berusaha untuk melindungi kepentingan masyarakat, terutama kaum yang lemah. Sedangkan khadimul
ummah atau pelayan masyarakat adalah pemimpin yang berorientasi pada
pelayanan masyarakat. Ia akan senantiasa berusaha untuk melakukan berbagai
langkah dan upaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kepeduliannya terhadap kondisi
masyarakat akan tecermin pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Pemimpin
yang pro-rakyat inilah yang termasuk ke dalam salah satu kelompok yang akan
dilindungi Allah di hari kiamat nanti. Integrasi konsep ulil amri dan khadimul
ummah inilah yang menjadi kunci kesuksesan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya. Jika para pemimpin negeri ini mau menyadari dan berusaha untuk
mengamalkan pola kepemimpinan yang berjalan di atas kedua pilar tersebut, hukum
akan tegak, keadilan akan tercipta, dan kesejahteraan masyarakat akan terwujud.
Terimakasih sudah berkunjung diblog saya semoga dapat membantu pengetahuan teman-teman,
see you💗
Social Media:
Instagram :
https://www.instagram.com/intancomaladewii/
Twitter: https://www.twitter.com/intancomaladewi